Petikan ayat dalam novel Ayat – Ayat Cinta karya - Habiburrahman El Shirazy
Surat Nurul kepada Fahri:
Untuk Saudara Fahri
Yang sedang berbahagia
Bersama isterinya
Assalamu’alaikum wr. wb.
Kutulis surat ini dengan lelehan air mataku yang tiada berhenti dari detik
ke detik. Kutulis surat ini kala hati tiada lagi menahan nestapa yang mendera-
dera perihnya luar biasa. Kak Fahri, aku ini perempuan paling bodoh dan paling
malang di dunia. Bahwa mengandalkan orang lain sungguh tindakan paling
bodoh. Dan aku harus menelan kepahitan dan kegetiran tiada tara atas
kebodohanku itu. Kini aku didera penyesalan tiada habisnya. Semestinya aku
katakan sendiri perasaanku padamu. Dan apakah yang kini bisa kulakukan
kecuali menangisi kebodohanku sendiri. Aku berusaha membuang rasa cintaku
padamu jauh-jauh. Tapi sudah terlambat. Semestinya sejak semula aku bersikap
tegas, mencintaimu dan berterus terang lalu menikah atau tidak sama sekali. Aku
mencintaimu diam-diam selama berbulan-bulan, memeramnya dalam diri hingga
cinta itu mendarahdaging tanpa aku berani berterus terang. Dan ketika kau tahu
apa yang kurasa semuanya telah terlambat.
Saudara Fahri,
Kini perempuan bodoh ini sedang berada dalam jurang penderitaannya
paling dalam. Dan jika ia tidak berterus terang maka ia akan menderita lebih
berat lagi. Perempuan bodoh ini ternyata tiada bisa membuang rasa cinta itu.
Membuangnya sama saja menarik seluruh jaringan sel dalam tubuhnya. Ia akan
binasa. Saat ini, Kak Fahri mungkin sedang dalam saat-saat paling bahagia,
namun perempuan bodoh ini berada dalam saat-saat paling menderita.
Saudara Fahri,
Apakah tidak ada jalan bagi perempuan bodoh ini untuk mendapatkan
cintanya? Untuk keluar dari keperihan dan kepiluan hatinya. Bukankah ajaran
agama kita adalah ajaran penuh rahmah dan kasih sayang. Kak Fahri adalah
orang shalih dan isteri Kak Fahri yaitu Aisha adalah juga orang yang shalihah.
Bagi orang shalih semua yang tidak melanggar syariah adalah mudah.
Saudara Fahri,
Sungguh maaf aku sampai hati menulis surat ini. Namun jika tidak maka
aku akan semakin menyesal dan menyesal. Bagi seorang perempuan jika ia telah
mencintai seorang pria. Maka pria itu adalah segalanya. Susah melupakan cinta
pertama apalagi yang telah menyumsum dalam tulangnya. Dan cintaku padamu
seperti itu adanya telah mendarah daging dan menyumsum dalam diriku. Jika
masih ada kesempatan mohon bukakanlah untukku untuk sedikit menghirup
manisnya hidup bersamamu. Aku tidak ingin yang melanggar syariat aku ingin
yang seiring dengan syariat. Kalian berdua orang shalih dan paham agama tentu
memahami masalah poligami. Apakah keadaan yang menimpaku tidak bisa
dimasukkan dalam keadaan darurat yang membolehkan poligami? Memang tidak
semua wanita bisa menerima poligami. Dan tenyata jika Aisha termasuk yang
tidak menerima poligami maka aku tidak akan menyalahkannya. Dan biarlah aku
mengikuti jejak puteri Zein dalam novel yang ditulis Syaikh Muhammad
Ramadhan Al Buthi yang membawa cintanya ke jalan sunyi, jalan orang-orang
sufi, setia pada yang dicintai sampai mati.
Wassalam,
Nurul Azkiya
Balasan Fahri kepada surat Nurul Azkiya:
Kepada
Nurul Azkiya
Cahaya orang-orang yang bersih hatinya
Di bumi perjuangan mulia
Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Saat menulis surat ini hatiku gerimis. Tiada henti kuberdoa semoga Allah
menyejukkan hatimu, menerangkan pikiranmu, membersihkan jiwamu, dan
mengangkat dirimu dari segala jenis penderitaan dan kepiluan.
Nurul,
Terima kasih atas suratnya. Aku sudah membacanya dengan seksama dan
aku memahami semua kata-kata yang kau tulis. Kalau kau merasa harus setia
pada cintamu. Maka aku merasa harus setia pada isteriku, pada belahan jiwaku.
Kalau kau memiliki anggapan poligami bisa menjadi jalan keluar dalam masalah
ini, bisa jadi ada benarnya. Poligami memang diperbolehkan oleh syariat, tapi
aku tidak mungkin menempuhnya. Aku perlu menjelaskan, di antara syarat yang
telah kami sepakati sebelum akad nikah adalah aku tidak akan memadu Aisha.
Aku sudah menyepakati syarat itu. Kau tentu tahu hukumnya, aku harus
menepatinya. Hukumnya wajib.
Nurul,
Dalam hidup ini, cinta bukan segalanya. Masih ada yang lebih penting
dari cinta. Sebenarnya jikalau kita bercinta maka seharusnya itu menjadi salah
satu pintu menjalankan ibadah. Janganlah terlalu kau turutkan perasaanmu.
Gunakanlah akal sehatmu, karena akal sehat adalah termasuk bagian dari
wahyu. Kau masih memiliki masa depan yang luar biasa cerahnya. Kau ditunggu
oleh ribuan generasi di tanah air. Jadilah kau seorang Nurul seperti sebelum
mengenalku. Nurul yang bersih dan bercahaya, seperti namanya Nurul Azkiya ,
Cahaya bagi orang-orang yang bersih hatinya.
Nurul,
Apakah kau sadar dengan apa yang kau lakukan saat ini? Dengan tetap
menuruti perasaanmu untuk menyesal dan membodoh-bodohkan diri kau telah
merusak dirimu sendiri. Ajaran agama kita yang hanif melarang manusia
membinasakan dirinya sendiri dengan cara dan alasan apa pun. Memasung diri
sampai menderita dengan alasan setia pada cinta adalah perbuatan yang tidak seirama dengan sunnah nabi. Kau jangan salah tafsir pada novel yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi. Dengan novel itu beliau ingin
menghibur dan menyejukkan orang-orang yang mereguk pahitnya cinta karena
kelaliman orang-orang yang tidak mengerti cinta. Beliau membela orang yang
semestinya dibela, dan mencela orang-orang lalim yang semestinya dicela.
Adapun Puteri Zein yang membawa cintanya sampai ke liang lahat itu bukan atas
kehendaknya. Berbeda dengan dirimu. Jika kau membawa cintamu sampai mati
maka itu atas kehendakmu, dan itu sama saja dengan bunuh diri.
Nurul,
Cinta sejati dua insan berbeda jenis adalah cinta yang terjalin setelah
akad nikah. Yaitu cinta kita pada pasangan hidup kita yang sah. Cinta sebelum
menikah adalah cinta semu yang tidak perlu disakralkan dan diagung-agungkan.
Nurul, dunia tidak selebar daun anggur. Masih ada jutaan orang shalih di dunia
ini yang belum menikah. Pilihlah salah satu, menikahlah dengan dia dan kau
akan mendapatkan cinta yang lebih indah dari yang pernah kau rasakan.
Terkadang, tanpa sengaja kita telah menyengsarakan orang lain. Itulah
yang mungkin kulakukan padamu. Maafkanlah aku. Semoga Allah masih terus
berkenan memberikan hidayah dan rahmatnya, juga maghfirahnya kepada kita
semua.
Wassalam,
Fahri Abdullah.
Labels: novel cerpen
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)